Dan keutamaan-keutamaan lainnya, yang menunjukkan kefanatikan dan sikap berlebihan yang bukan pada tempatnya. Kefanatikan, dengan jelas dapat disaksikan di dalam syair-syair mereka:
"Telah tumbuh Mazhab Nu'man menjadi sebaik-baiknya mazhab
laksana bulan yang bercahaya sebaik-baiknya bintang
mazhab-mazhab ahli fikih telah menyusut
mana mungkin gunung-gunung kokoh menenun sarang laba-laba."
Seorang penyair bermazhab Syafi’i berkata,
"Perumpamaan Syafi’i di kalangan ulama adalah laksana bulan purnama di antara bintang-bintang di langit
Katakan kepada orang yang membandingkannya dengan Nu'man karena kebodohan apakah mungkin cahaya dapat dibandingkan dengan kegelapan."
Sedangkan seorang penyair bermazhab Maliki mengatakan,
"Jika mereka menyebutkan kitab-kitab ilmu, maka datangkan
apakah dapat sebanding dengan kitab al-Muwaththa karya Malik
Dengan berpegang kepadanya tangan kekuasaan menjadi mendapat
petunjuk barangsiapa yang menyimpang darinya dia akan celaka."
Sedangkan seorang penyair Hanbali berkata,
"Aku telah menyelidiki syariat-syariat ulama seluruhnya,
namun aku belum pernah melihat ada yang seperti keyakinan Hanbal."
Dalam sebuah syair yang lain seorang Hanbali berkata,
"Aku adalah seorang Hanbali,
selama aku hidup maupun sesudah mati.
Wasiatku kepada seluruh manusia,
hendaklah mereka bermazhab Hanbali."
Demikianlah, setiap orang dari mereka sangat fanatik terhadap imamnya, amat bangga dengan mazhabnya dan mengingkari mazhab-mazhab yang lain. Hingga sampai dikatakan, "Barangsiapa yang menjadi Hanafi maka diberi hadiah, dan barangsiapa yang menjadi Syafi’i akan dihukum."[164] As-Subki berkata di dalam kitab Thabagat asy-Syafi’iyyah, "Inilah Abu Sa'id, yang wafat pada tahun 562 Hijrah. Dia asalnya seorang yang bermazhab Hanafi, lalu berpindah ke mazhab Syafi’i. Dia mendapat kesusahan karena perpindahan itu. Demikian juga as-Sam'ani, tatkala berpindah dari mazhab Hanafi ke mazhab Syafi’i dia mendapat cobaan yang berat. Api fitnah meletus di mana-mana dan timbul peperangan di antara kedua belah pihak. Peperangan terjadi dari sejak Khurasan hingga ke Irak, dan penduduk Marwa dilanda ketakutan yang sangat. Maka diberlakukanlah keadaan darurat. Lalu para ahli ra'yu bergantung kepada ahli hadis, dan mereka pergi ke pintu penguasa .... dan seterusnya."[165]
Kejadian-kejadian yang seperti ini banyak sekali terjadi hingga tidak dapat dihitung. Contoh-contoh yang telah kita sebutkan di atas cukup memberikan gambaran betapa besar perselisihan dan kefanatikan yang berkembang di antara mazhab-mazhab, sehingga sikap menyembunyikan mazhab yang dianut amat diperlukan. Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi, yang wafat pada tahun 535 Hijrah, seorang yang bermazhab Hanbali, menggambarkan keadaan menyembunyikan mazhab yang terjadi kala itu di dalam sebuah syairnya,
"Jagalah lidahmu, sedapat mungkin jangan sampai menceritakan
yang tiga, yaitu umur, harta dan mazhab.
Karena atas yang tiga akan dikenakan yang tiga
yaitu dikafirkan, dihasudi dan dituduh sebagai pembohong."
Zamakhsyari telah menggambarkan perselisahan dan kerasnya perbenturan di antara mazhab-mazhab di dalam syairnya,
"Jika mereka menanyakan mazhabku,
saya tidak akan membukanya dan akan menyembunyikannya,
karena menyembunyikannya lebih selamat bagiku.
Jika aku katakan aku seorang Hanafi
mereka akan katakan bahwa aku membolehkan thala,
yaitu minuman yang diharamkan.
jika aku katakan aku seorang Syafi’i
mereka akan katakan bahwa aku membolehkan menikahi anak
perempuan sendiri, padahal itu diharamkan.
Jika aku katakan aku seorang Maliki
mereka akan katakan bahwa aku membolehkan kepada mereka memakan anjing.
Jika aku katakan aku dari ahlul hadis dan kelompoknya
mereka akan katakan bahwa aku adalah kambing jantan yang tidak bisa paham dan mengerti."[166]
0 comments:
Post a Comment