Sunday, October 25, 2009

Dialog Yohanes Dengan Para Ulama Mazhab Yang Empat - Bahagian 2

Ulama Hanafi menjawab, 'Benar, anak-anak itu dinisbahkan kepadanya. Karena wanita itu adalah tempat tidurnya, dan tempat tidur dinisbahkan kepada seorang laki-laki melalui akad syar'i, serta tidak disyaratkan harus adanya jimak. Rasulullah saw telah bersabda, 'Anak milik tempat tidur (istri), sedangkan batu milik pelacur.' Ulama Syafi’i itu tetap bersikeras menolak terjadinya tempat tidur dengan tanpa jimak, dan dia pun berhasil mengalahkan ulama Hanafi di atas dengan berbagai Hujjah yang dikeluarkan.

Ulama Syafi’i berkata lebih lanjut, 'Abu Hanifah juga berkata, 'Jika seorang wanita dibawa ke rumah suaminya; lalu seorang laki-laki lain menggaulinya. Kemudian laki-laki lain itu mengaku di hadapan qadhi Hanafi bahwa dirinya telah menikahi wanita tersebut sebelum wanita itu dinikahi oleh laki-laki yang membawanya ke rumahnya, lalu laki-laki yang mengaku itu mengajukan dua orang fasik untuk memberikan kesaksian palsu atas pengakuannya itu. Maka qadhi Hanafi itu akan memutuskan bahwa wanita itu haram bagi suaminya yang pertama (yang membawanya ke rumahnya —penerj.), baik secara zahir maupun batin, tertetapkannya ikatan pernikahan di antara wanita itu dengan laki-laki yang kedua, dan wanita itu halal baginya baik secara zahir maupun batin.'[225] Lihatlah, wahai manusia, apakah ini mazhab orang yang mengenal kaidah-kaidah Islam?'

Ulama Hanafi itu berkata, 'Anda tidak berhak mengkritik. Karena dalam pandangan kami hukum qadhi berlaku baik secara zahir maupun batin, dan ini merupakan cabang darinya.' Ulama Syafi’i berhasil mengalahkannya, dan melarang berlakunya hukum qadhi baik secara zahir maupun batin dengan firman Allah SWT yang berbunyi,

'Dan hendak lah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah' (QS. al-Maidah: 49)

Ulama Syafi’i berkata, 'Abu Hanifah telah berkata, 'Jika seorang laki-laki ghaib dari istrinya, dan terputus khabar mengenainya, lalu datang seorang laki-laki lain berkata kepada wanita itu, 'Sesungguhnya suami kamu telah mati, maka oleh karena itu, tinggalkanlah dia.' Lalu wanita itu pun meninggalkan suaminya yang ghaib itu. Kemudian, setelah habis masa iddah, datanglah seorang laki-laki menikahinya dan menggaulinya, dan kemudian wanita itu melahirkan beberapa orang anak. Setelah itu, laki-laki yang kedua itu ghaib, dan kemudian laki-laki yang pertama muncul di sisi wanita itu, maka seluruh anak dari laki-laki yang kedua menjadi anak dari laki-laki yang pertama. Dia menerima waris dari mereka dan mereka menerima waris darinya.'[226]

Wahai orang-orang yang berakal, apakah orang yang pandai dan mengerti akan mau berpegang kepada perkataan ini?'

Ulama Hanafi menjawab, 'Abu Hanifah mengambil perkataan ini dari sabda Rasulullah saw yang berbunyi, 'Anak milik ranjang (istri) dan batu milik pelacur.' Maka ulama Syafi’i memprotes dengan mengatakan bahwa istri disyarati dengan adanya dukhul (disetubuhi), dan dia mampu mengalahkan ulama Hanafi.

Kemudian ulama Syafi’i berkata, 'lmam kamu Abu Hanifah telah berkata, 'Laki-laki mana saja yang melihat seorang wanita Muslim, lalu dia mengklaim bahwa suami wanita tersebut telah menceraikannya, dan kemudian dia mendatangkan dua orang saksi yang memberikan kesaksian palsu yang menguntungkan baginya, maka qadhi memutuskan terjadinya talak atas wanita tersebut, dan wanita itu menjadi haram bagi suaminya, sehingga dengan begitu boleh bagi laki-laki yang mengklaim itu menikahinya, dan begitu juga bagi saksi.'[227] Dia menyangka hukum qadhi berlaku baik secara zahir maupun batin.'

Ulama Syafi’i melanjutkan kata-katanya, 'lmam kamu Abu Hanifah mengatakan, 'Jika empat orang laki-laki bersaksi bahwa seorang laki-laki telah berzina, jika laki-laki itu membenarkan mereka, maka gugurlah hadd (hukuman), namun jika dia menyangkal mereka maka tertetapkanlah hukuman baginya.'[228] Ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki penglihatan.'

Kemudian ulama Syafi’i berkata lagi, 'Abu Hanifah telah berkata, 'Jika seorang laki-laki mensodomi seorang anak laki-laki dan kemudian membenamkannnya, maka tidak ada hadd baginya kecuali hanya ditegur.'[229]

Padahal Rasulullah saw telah bersabda, 'Barangsiapa yang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelakunya (al-fa'il) dan orang yang menjadi objeknya (al-maf'ul).'[230] Abu Hanifah berkata, 'Jika seseorang merampas biji gandum lalu dia menggilingnya, maka biji gandum itu menjadi miliknya karena telah menggilingnya. Jika kemudian pemilik biji gandum itu hendak mengambil biji gandum yang telah digiling itu dengan cara memberikan upah menggiling kepada orang yang merampas, maka tidak wajib orang yang merampas itu memenuhi permintaannya dan dia boleh menolaknya. Jika pemilik gandum itu terbunuh maka darahnya terbuang dengan sia-sia, sedangkan jika perampas itu terbunuh maka pemilik gandum itu harus dibunuh karena telah membunuhnya.'[231]

Abu Hanifah juga berkata, 'Jika seorang pencuri mencuri seribu dinar dari seseorang lalu dia juga mencuri seribu dinar berikutnya dari yang lain, kemudian dia menggabungkannya, maka semuanya menjadi miliknya, namun dia wajib memberi ganti atasnya.'

Abu Hanifah juga berkata, 'Jika seorang Muslim yang bertakwa dan berilmu membunuh seorang kafir yang bodoh maka orang Muslim itu wajib dibunuh. Karena Allah SWT telah berfirman, 'Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.' (QS. an-Nisa: 141)

Abu Hanifah berkata, 'Jika seseorang membeli ibunya atau saudara perempuannya, lalu dia menikahi keduanya, maka tidak berlaku hukuman (hadd) atasnya, meskipun dia mengetahui dan sengaja melakukannya.'[232]

Abu Hanifah berkata, 'Jika seseorang menikahi ibu atau saudara perempuannya dalam keadaan dia mengetahui bahwa mereka itu adalah ibu atau saudara perempuannya, dan kemudian dia menggauli mereka, maka tidak ada hukuman atasnya, disebabkan akad nikah tersebut akad syubhat.'[233]

Abu Hanifah berkata, 'Jika seseorang tidur dalam keadaan junub di sisi kolam yang berisi minuman keras, lalu dia berbalik di dalam tidurnya dan kemudian jatuh ke kolam, maka hilang junubnya dan dia menjadi suci.'

Abu Hanifah juga berkata, 'Tidak wajib niat di dalam wudu[234], dan juga di dalam mandi.'[235][236] Padahal di dalam kitab sahih disebutkan, 'Sesungguhnya amal perbuatan itu (terlaksana) dengan niat.'

Abu Hanifah berkata, 'Tidak wajib membaca basmalah di dalam Fatihah[237], dan dia mengeluarkannya dari surat al-Fatihah, padahal para khalifah telah menuliskannya di dalam mushaf-mushaf setelah dilakukan pengeditan terhadap Al-Qur'an.

Abu Hanifah juga berkata, 'Jika bangkai anjing yang sudah mati diambil kulitnya, lalu kulitnya itu disamak, maka kulit anjing itu menjadi suci, meskipun digunakan untuk tempat minum dan hamparan di dalam salat.'[238] Ini bertentangan dengan nas yang menyatakan najisnya 'ain najasah, yang berarti haramnya pemanfaatannya.'

Kemudian ulama Syafi’i itu berkata, 'Wahai Hanafi, di dalam mazhabmu seorang Muslim tatkala hendak salat boleh berwudu dengan menggunakan minuman keras, dan memulainya dengan membasuh kaki serta mengakhirinya dengan membasuh kedua tangan.[239] Kemudian memakai pakaian yang terbuat dari kulit bangkai anjing yang telah disamak,[240] sujud di atas kotoran yang telah mengering, bertakbir dengan menggunakan bahasa India, membaca surat al-Fatihah dengan bahasa Ibrani[241], dan kemudian setelah al-Fatihah membaca 'du bargeh-ye sabz' —yaitu kata mudhammatan (dua daun hijau), kemudian ruku, lalu tidak mengangkat kepalanya dari ruku melainkan langsung sujud, serta dua sujud hanya dipisah dengan jeda waktu yang sangat tipis tidak ubahnya seperti pemisah di antara dua mata pedang. Dan apabila sebelum salam dia sengaja buang angin, maka salatnya sah, namun jika dia tidak sengaja buang angin, maka salatnya batal.'[242]

Ulama Syafi’i kembali berkata, 'Ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki penglihatan. Apakah seseorang boleh beribadah dengan ibadah yang seperti ini? Apakah boleh bagi Nabi saw memerintahkan umatnya dengan ibadah yang seperti ini, yang tidak lain hanya merupakan kebohongan yang dibuat-buat atas Allah SWT dan Rasul-Nya?'

Ulama Hanafi membantah, dan dengan penuh emosi dia berkata, 'Berhenti! Wahai Syafi’i. Semoga Allah merobek mulutmu. Kamu kira kamu ini siapa sehingga berani mengecam Abu Hanifah, mazhab kamu tidak ada apa-apanya dibandingkan mazhabnya. Mazhab kamu lebih layak disebut mazhab Majusi. Karena di dalam mazhabmu seorang laki-laki boleh menikahi anak perempuan dan saudara perempuannya hasil zina, dan boleh mengumpulkan dua orang saudara perempuan hasil zina, dan begitu juga boleh menikahi ibunya hasil zina, begitu juga bibinya hasil zina.[243] Padahal Allah SWT telah berfirman,

'Diharamkan atas kamu menikahi ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan bapakmu dan saudara-saudara perempuan ibumu.' (QS. an-Nisa' 23)

Sifat-sifat hakiki ini tidak berubah dengan terjadinya perubahan syariat dan agama. Jangan kamu mengira, wahai Syafi’i, wahai dungu, bahwa terlarangnya mereka dari menerima waris berarti mengeluarkan mereka dari sifat-sifat hakiki ini. Oleh karena itu, sifat-sifat tersebut di-idhafah-kan kepadanya, sehingga dikatakan 'anak perempuan dan saudara perempuannya dari hasil zina'. Pembatasan (taqyid) ini tidak menyebabkannya menjadi majazi (kiasan), sebagaimana kata-kata kita yang berbunyi, 'saudara perempuannya yang berasal dari nasab', melainkan hanya untuk memerinci. Sesungguhnya pengharaman di atas mencakup segala sesuatu yang terkena lafaz di atas, baik yang hakiki maupun yang majazi, berdasarkan kesepakatan. Berdasarkan kesepakatan, nenek termasuk ke dalam kategori ibu, dan begitu juga cucu perempuan dari anak perempuan, maka Oleh karena itu, tidak diragukan haramnya keduanya dinikahi berdasarkan ayat ini. Perhati-kanlah, wahai orang-orang yang berpikir, bukankah mazhab ini tidak lain mazhab Majusi.

Hai Syafi’i, Imam kamu membolehkan manusia bermain catur,[244] padahal Rasulullah saw telah bersabda, 'Tidak menyukai permainan catur kecuali seorang penyembah berhala.'

Hai Syafi’i, Imam kamu membolehkan berjoged, memukul rebana dan meniup seruling[245] bagi manusia. Allah memburukkan mazhabmu, di mana di dalamnya seorang laki-laki menikahi ibu dan saudara perempuannya, bermain catur, berjoged dan memukul rebana. Tidaklah ini semua kecuali kebohongan yang dibuat-buat atas Allah SWT dan Rasul-Nya saw. Tidak akan ada orang yang berpegang kepada mazhab ini kecuali orang yang buta hatinya dari kebenaran."'

Yohanes berkata, "Perdebatan panjang terjadi di antara mereka berdua, lalu ulama Hanbali membela ulama Syafi’i sedangkan ulama Maliki membela ulama Hanafi, sehingga terjadilah perselisihan di antara ulama Maliki dan ulama Hanbali. Ulama Hanbali berkata, 'Sesungguhnya Malik telah membuat suatu bid'ah di dalam agama, yang karena bid'ah itu Allah SWT telah membinasakan umat-umat terdahulu, namun Malik malah membolehkannya. Yaitu perbuatan mensodomi hamba sahaya. Padahal Rasulullah saw telah bersabda, 'Barangsiapa yang mensodomi budak laki-laki, maka bunuhlah pelaku (al-fa'il) dan orang yang menjadi objeknya (al-maf'ul).'[246]

Saya pernah melihat seorang bermazhab Maliki mengadukan seseorang kepada qadhi, bahwa dia telah menjual budak laki-laki kepadanya namun budak itu tidak dapat digauli. Maka qadhi itu memutuskan ada kekurangan pada budak laki-laki itu, dan Oleh karena itu, pembelinya dapat mengembalikannya kembali kepada penjualnya. Apakah kamu tidak malu kepada Allah, hai Maliki, mempunyai mazhab yang seperti ini, sementara kamu mengaku-ngaku bahwa mazhabmu adalah sebagus-bagusnya mazhab?! Imam kamu menghalalkan daging anjing. Allah pasti memburukkan mazhab dan keyakinanmu.'

Dengan serta merta ulama Maliki menghardik dan berteriak, 'Dia kamu, hai mujassim (orang yang mengatakan Allah berjisim). Justru mazhab kamu yang lebih layak untuk dilaknat dan dijauhi. Karena dalam pandangan Imam kamu, Ahmad bin Hanbal, Allah itu jisim yang duduk di atas 'arasy. Pada setiap malam Jumat Allah SWT turun dari langit dunia ke atap-atap mesjid dalam bentuk wajah yang tidak berjanggut, rambut yang keriting, mempunyai dua sandal yang talinya terbuat dari bunga kurma, serta mengendarai keledai yang diiringi beberapa serigala.'"[247]

Yohanes berkata, "Maka terjadilah perselisihan antara Hanbali dengan Maliki serta Syafi’i dengan Hanafi. Mereka saling meninggikan suara mereka dan menelanjangi keaiban mereka masing-masing, hingga menjengkelkan semua orang yang mendengarkan perbincangan mereka, lalu orang-orang yang hadir pun mencela dan mengecam mereka.

Lalu saya berkata kepada mereka, 'Demi Allah, saya bersumpah, saya tidak senang dengan keyakinan-keyakinan Anda. Jika Islam benar sebagaimana yang Anda katakan, maka sungguh celaka. Demi Allah, saya bersumpah kepada Anda, supaya Anda menutup pembahasan ini dan pergi. Karena sekarang masyarakat umum telah mencela dan mengecam Anda."

Yohanes berkata, "Maka mereka pun berdiri, lalu berpisah dan kemudian tidak keluar dari rumah masing-masing selama seminggu. Tatkala mereka keluar rumah, masyarakat mengecam mereka. Setelah beberapa hari kemudian mereka pun berdamai dan berkumpul di mustanshiriyyah, dan saya pun duduk dan berbincang-bincang kembali bersama mereka. Saya berkata kepada mereka, 'Saya menginginkan seorang ulama dari kalangan ulama rafidhi, supaya kita berdialog dengannya tentang mazhabnya. Apakah Anda bersedia mendatangkan seorang dari mereka untuk kita berdialog dengannya?'

Ulama-ulama mazhab empat itu berkata, "Wahai Yohanes, kelompok Rafidhah itu jumlahnya sedikit. Mereka tidak bisa menampakkan diri di tengah-tengah kaum Muslimin, karena sedikitnya jumlah mereka, dan juga karena banyaknya musuh mereka. Mereka tidak akan menampakkan diri, apalagi dapat berdebat dengan kita tentang mazhab mereka. Mereka itu sangat sedikit jumlahnya dan sangat banyak musuhnya."

Yohanes berkata, "Ini merupakan pujian buat mereka, karena Allah SWT telah memuji kelompok yang sedikit dan mencela kelompok yang banyak. Allah SWT berfirman,

'Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur.' (QS. Saba: 13)

'Dan tidaklah beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.'(QS. Hud: 40)

'Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.'(QS. al-An'am: 116)

'Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.' (QS. al-A'raf: 17)

'Akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.' (QS. al-Baqarah: 243)

'Akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.' (QS. al-An'am: 37)

'Akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.' (QS. ar-Ra'd: 1)

Dan ayat-ayat lainnya."

Para ulama tersebut berkata, "Wahai Yohanes, keadaan mereka lebih besar dari yang disifatkan. Karena, jika kami mengenal salah seorang dari mereka, maka kami akan terus membuntutinya hingga kami membunuhnya. Karena dalam pandangan kami, mereka itu kafir dan halal darahnya. Bahkan, di kalangan para ulama kita ada yang memberikan fatwa bahwa harta dan wanita mereka halal."

Yohanes berkata, "Allah Mahabesar. Ini perkara yang besar sekali. Anda memandang mereka berhak mendapatkan semua ini, apakah karena mereka mengingkari syahadatain?”

Para ulama menjawab, "Tidak."

Yohanes bertanya lagi, "Apakah karena mereka tidak menghadap kiblat kaum Muslimin?"

Mereka menjawab, "Tidak."

Yohanes bertanya sekali lagi, "Apakah karena mereka mengingkari salat, puasa, haji, zakat atau jihad?"

Mereka menjawab, "Tidak. Bahkan mereka mengerjakan salat, puasa, zakat, haji dan jihad."

Yohanes kembali bertanya, "Apakah karena mereka mengingkari hari kebangkitan, shirat, timbangan dan syafaat?"

Para ulama menjawab, "Tidak. Bahkan mereka mengakui yang demikian dengan sebaik-baiknya pengakuan."

Yohanes bertanya lagi, "Apakah karena mereka membolehkan perbuatan zina, sodomi, meminum khamar, riba, alat musik dan alat-alat hiburan lainnya?"

Mereka menjawab, "Tidak. Bahkan mereka menjauhi dan mengharamkannya."

Yohanes berkata, "Demi Allah, sungguh mengherankan, bagaimana mungkin sebuah kaum yang bersaksi dengan dua syahadat (syahadatain), mengerjakan salat dengan menghadap kiblat, berpuasa di bulan Ramadan, pergi haji ke Baitul Haram, meyakini hari kebangkitan dan rincian perhitungan, dihalalkan darahnya, hartanya dan wanitanya, padahal Nabi Anda sendiri telah bersabda, 'Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah. Jika mereka mengatakan itu, maka terjagalah dariku darahnya, hartanya dan wanitanya. Adapun perhitungan mereka berada di tangan Allah."[248]

Para ulama itu berkata, "Wahai Yohanes, sesungguhnya mereka telah membuat bid'ah di dalam agama. Salah satunya ialah, mereka mengatakan bahwa Ali as adalah manusia paling utama setelah Rasulullah saw, dan mereka lebih mengutamakannya atas para khalifah yang tiga, padahal generasi pertama telah sepakat bahwa khalifah yang paling utama adalah khalifah yang pertama."

Yohanes berkata, "Bagaimana pendapat Anda jika ada orang yang mengatakan bahwa Ali lebih baik dan lebih utama dari Abu Bakar, apakah Anda akan mengkafirkannya?"

Mereka menjawab, "Ya. Karena dia telah menyalahi ijma'."

Yohanes bertanya lagi, "Bagaimana pendapat Anda tentang muhaddis Anda yang bernama al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Musa bin Mardawaih?"

Para ulama menjawab, "Dia orang yang dapat dipercaya. Diterima riwayatnya dan lurus sifatnya."

Yohanes berkata, "Ini kitabnya yang berjudul Kitab al-Manaqib. Di dalam kitab ini dia meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, 'Ali adalah sebaik-baiknya manusia, barangsiapa yang enggan menerimanya, maka dia telah kafir.'

Di dalam kitab ini juga disebutkan, dari Salman, dari Rasulullah saw yang bersabda, "Ali bin Abi Thalib adalah sebaik-baiknya orang yang aku jadikan pengganti sepeninggalku."

Di dalam kitab ini juga disebutkan, dari Anas bin Malik yang berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda, "Saudaraku, pembantuku dan sebaik-baiknya orang yang aku jadikan pengganti sepeninggalku adalah Ali bin Abi Thalib."

Dari Imam Anda, Ahmad bin Hanbal, dia meriwayatkan di dalam musnadnya bahwa Rasulullah saw telah bersabda kepada Fatimah, "Tidakkah engkau rida aku nikahkan engkau dengan orang yang paling pertama masuk Islam dari umatku, dan orang yang paling banyak ilmunya serta paling besar kebijaksanaannya."[249]

Ahmad juga meriwayatkan di dalam musnadnya bahwa Rasulullah telah bersabda, "Ya Allah, datangkanlah kepadaku hamba-Mu yang paling Kamu cintai."[250] Lalu datanglah Ali bin Abi Thalib. Hadis ini juga disebutkan oleh Nasa'i dan Turmudzi di dalam kitab sahih mereka.[251] Mereka berdua juga termasuk ulama Anda.

Akhthab Kharazmi juga meriwayatkan hadis ini di dalam kitab al-Manaqib —dia juga termasuk dari ulama Anda— dari Muadz bin Jabal yang berkata, "Rasulullah saw telah bersabda, 'Wahai Ali, aku mengunggulimu dengan kenabian, karena tidak ada nabi sepeninggalku; namun kamu mengungguli manusia dengan tujuh hal, yang tidak ada seorang pun dari bangsa Quraisy yang mendebatmu tentang hal itu: kamu adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah di antara mereka, orang yang paling menunaikan perintah Allah dan perjanjian dengan-Nya, orang yang paling rata di dalam pembagian, orang yang paling adil kepada rakyat, orang yang paling tahu tentang permasalahan dan orang yang paling besar keutamaannya di sisi Allah pada hari kiamat."[252]

Penulis kitab Kifayah ath-Thalib, yang merupakan salah seorang dari ulama Anda berkata, "Hadis ini hadis hasan yang tinggi, dan al-Hafidz Abu Na'im meriwayatkannya di dalam kitab Hilyah al-Awliya."[253]

Yohanes berkata, "Wahai para pemimpin Islam, hadis-hadis yang sahih ini yang diriwayatkan oleh para Imam Anda, dengan jelas mengatakan kelebih-utamaan dan kelebih-baikan Ali atas seluruh manusia. Lantas, apa dosa kaum Rafidhahl Sesungguhnya ini adalah semata-mata dosa dari para ulama Anda dan orang-orang yang meriwayatkan dengan tidak benar serta membuat-buat kebohongan atas Allah dan Rasul-Nya."

Mereka berkata, "Wahai Yohanes, sesungguhnya mereka tidak meriwayatkan dengan tidak benar, dan juga tidak membuat-buat kebohongan, hanya saja hadis-hadis ini mempunyai takwil dan pertentangan."

Yohanes berkata, "Takwil yang mana yang dapat diterima terhadap hadis-hadis yang ditujukan secara khusus kepada manusia tertentu. Karena nas hadis-hadis ini secara eksplisit mengatakan bahwa Ali lebih baik dari Abu Bakar, dan ini tidak dapat ditakwilkan kecuali jika Anda mengeluarkan Abu Bakar dari kelompok manusia. Kalaupun seumpamanya kita menerima bahwa hadis-hadis ini tidak menunjukkan kepada makna di atas, namun coba beritahukan kepada saya mana di antara mereka berdua yang paling banyak berjihad?"

Mereka menjawab, "Ali."

Yohanes berkata, "Allah SWT telah berfirman, 'Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar.' (QS. an-Nisa: 95)

Bunyi nas ini begitu amat jelas."

Mereka berkata, "Abu Bakar juga seorang mujahid. Maka Oleh karena itu, tidak harus Ali lebih utama dari Abu Bakar."

Yohanes berkata, "Jihad yang lebih sedikit apabila dibandingkan kepada jihad yang lebih banyak, maka dianggap duduk. Kalaupun seumpamanya maknanya demikian, lantas apa yang dimaksud oleh Anda dengan 'orang yang lebih utama'?"

Mereka menjawab, "Yaitu orang yang terkumpul pada dirinya berbagai kesempurnaan dan keutamaan, baik yang berupa bawaan maupun yang diperoleh karena jerih payah usaha, seperti kemuliaan asal-usul, keilmuan, kezuhudan, keberanian, dan sifat-sifat lainnya yang merupakan cabang dari sifat-sifat ini."

Yohanes berkata, "Seluruh keutamaan ini ada pada diri Ali as, dalam bentuk yang lebih baik dibandingkan yang lainnya."

Yohanes berkata, "Adapun dari segi kemuliaan asal (nasab), dia adalah putra paman Rasulullah saw, suami dari putrinya dan ayah dari kedua cucunya.

Adapun dari sisi ilmu, Rasulullah saw telah bersabda, 'Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya.'[254] Akal dapat memahami bahwa seseorang tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari sebuah kota kecuali jika dia mengambil dari pintunya. Sehingga dengan begitu maka jalan untuk mengambil manfaat dari Rasulullah saw hanya melalui Ali as. Ini adalah kedudukan yang tinggi. Rasulullah saw juga telah bersabda, 'Orang yang paling mengetahui di antara kamu adalah Ali.'[255] Kepadanyalah dinisbatkan seluruh permasalahan, berhentinya seluruh golongan, dan berpihaknya seluruh kelompok. Dia adalah pemuka dan sumber keutamaan, serta pemenang yang memenangkan arenanya. Setiap orang yang unggul di dalamnya semuanya mengambil darinya, mengikuti jejaknya dan meniru contohnya. Anda tentu telah mengetahui bahwa semulia-mulianya ilmu adalah tentang Ketuhanan. Ilmu ini dikutip dari perkataannya, dinukil darinya dan bermula dari dirinya.

Sesungguhnya kelompok Mu'tazilah, mereka itu adalah ahli fikir. Dari mereka inilah manusia belajar tentang ilmu ini, dan mereka itu adalah murid-muridnya. Karena guru besar mereka yang bernama Washil bin 'Atha adalah murid Abi Hasyim Abdullah bin Muhammad ibn al-Hanafiyyah,[256] sementara Abi Hasyim Abdullah adalah murid ayahnya, dan ayahnya adalah murid Ali bin Abi Thalib as.

Adapun kelompok Asy'ari, mereka itu berakhir kepada Abu Hasan al-Asy'ari. Dia adalah murid dari Abu Ali al-Juba'i, dan Abu Ali al-Juba'i adalah murid Washil bin 'Atha.[257]

Adapun kelompok Imamiyyah dan Zaidiyyah, bermuaranya mereka kepadanya amat jelas sekali.

Adapun dalam bidang ilmu fikih, dia itu adalah pokok dan dasarnya. Seluruh fakih di dalam Islam menisbatkan diri mereka kepadanya.

Adapun Malik, dia mengambil fikih dari Rabi'ah ar-Ra'y, sementara Rabi'ah ar-Ra'y mengambil dari 'lkrimah, 'lkrimah mengambilnya dari Abdullah, dan Abdullah mengambilnya dari Ali.

Adapun Abu Hanifah mengambil fikih dari Imam Ja'far ash-Shadiq as. Sementara Syafi’i adalah murid Malik, dan Hanbali adalah murid Syafi’i.[258] Adapun tentang merujuknya para fukaha Syi'ah kepadanya adalah sesuatu yang jelas sekali. Begitu juga tentang merujuknya para fukaha dari kalangan para sahabat kepadanya adalah sesuatu yang jelas, seperti Ibnu Abbas dan yang lainnya. Berikut ini adalah perkataan Umar yang diucapkannya tidak hanya sekali, 'Aku tidak dilanda masalah selama masih ada Abul Hasan.'[259] Umar juga mengatakan, 'Seandainya tidak ada Ali maka celakalah Umar."[260]

Turmudzi telah berkata di dalam kitab sahihnya, dan begitu juga al-Baghawi telah berkata dari Abu Bakar, 'Rasulullah saw telah bersabda, 'Barangsiapa yang hendak melihat kepada Adam di dalam keilmuannya, kepada Nuh di dalam pemahamannya, kepada Yahya bin Zakaria di dalam kezuhudannya, dan kepada Musa bin Imran di dalam kekuatannya, maka hendaklah dia melihat kepada Ali bin Abi Thalib.'[261]

Baihaqi telah berkata, 'Rasulullah saw telah bersabda, 'Barangsiapa yang hendak melihat kepada Adam di dalam keilmuannya, kepada Nuh di dalam ketakwaannya, kepada Ibrahim di dalam kesabarannya, kepada Musa di dalam kewibawaannya, dan kepada Isa di dalam ibadahnya, maka hendaklah dia melihat kepada Ali bin Abi Thalib.'[262] Dialah yang telah menjelaskan hukuman meminum minum-an keras,[263] yang telah memberikan fatwa berkenaan dengan seorang wanita yang melahirkan pada usia enam bulan kandungannya.[264] Dialah yang telah menyelesaikan pembagian uang dirham kepada pemilik adonan roti.[265] Dia juga yang telah memerintahkan untuk membelah seorang anak menjadi dua bagian.[266] Dialah yang telah memerintahkan untuk memenggal leher seorang hamba sahaya, dan yang bertindak sebagai hakim pada kasus orang yang mempunyai dua kepala."[267] Dia juga yang telah menjelaskan hukum makar (bughat),[268] dan dia juga yang telah memberi fatwa berkenaan dengan seorang wanita yang hamil karena zina.[269]

Salah satu di antara cabang ilmu adalah ilmu tafsir. Manusia telah mengetahui kedudukan Ibnu Abbas di dalam ilmu tafsir. Dia adalah murid Ali. Dia telah ditanya, 'Bagaimana kedudukan ilmumu dibandingkan ilmu putra pamanmu?' Ibnu Abbas menjawab, 'Laksana setetes air hujan di lautan yang sangat luas.'"[270]

0 comments:

Surah Al-Asr

"Demi Masa! Sesungguhnya manusia itu di dalam kerugian. Kecuali mereka yang beriman, beramal soleh dan berpesan-pesan dengan kebenaran serta berpesan-pesan dengan kesabaran."


Demi Masa

Maqam Junjungan Besar Nabi Muhammad saw

Maqam Junjungan Besar Nabi Muhammad saw
Allahumma solli a'la Muhammad, wa ali Muhammad

 

Design by Amanda @ Blogger Buster